Minggu, 20 Maret 2016

BAB 13. PENYELESAIAN SENGKETA



    Hal Yang Akan Dibahas :
    1.   Negosiasi
    2.   Mediasi
    3.   Konsolidasi
    4.   Arbitrasi
    5.   Peradilan
6.  Peradilan

A.           NEGOSIASI
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.

B.     MEDIASI
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.      Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
2. Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.

C.   KONSILIASI
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa pun. Konsiliator tidak berhak membuat keputusan akhir dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

D.    ARBITRASI
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
1.      Salah satu pihak meninggal
2.      Salah satu pihak bangkrut
3.      Pembaharuan utang (novasi)
4.      Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
5.      Pewarisan
6.      Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok
7.      Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb
8.      Berakhir atau batalnya perjanjian pokok

Dua jenis arbitrase:
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya.
2. Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai.
Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya.
Sementara itu berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika telah memenuhi persyaratan sbb:
1.  putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
2.  putusan arbitrase internasaional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
3.      putusan arbitrase internasional hanya dapat dilakukan di Indonesia dan keputusannya tidak bertentangan dengan ketertiban umum
4.  putusan arbitrase internasonal dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri dimana permohonan tsb diajukan kepada ketua pengadilan negeri.

E.   PERADILAN
Negara berhak memberikan perlindungan dan penyelesaian bila terjadi suatu pelanggaran hukum. Untuk itu negara menyerahkan kekuasaan kehakiman yang berbentuk badan peradilan dengan para pelaksananya, yaitu hakim.
PERADILAN UMUM
Peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang umumnya mengenai perkara perdata dan pidana. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peadilan umum dilaksanakan oleh:
1. Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kodya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kodya dan kabupaten yang dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang dibentuk dengan undang-undang.
Tugas dan wewenang pengadilan tinggi adalah mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding, di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
3. Mahkamah Agung (MA)
     MA merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berkedudukan di ibukota negara RI dan dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.

MA bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutus:
1.      Permohonan kasasi
2.      Sengketa tentang kewenangan mengadili
3.      Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

Proses
Perundingan
Arbitrase
Ligitasi
yang mengatur
Para pihak
Arbiter
Hakim
proses
Informal
Agak formal sesuai dengan rule
Sangat formal dan teknis
jangka waktu
Segera (3-6 minggu)
Agak cepat (3-6 bulan)
Lama (>2 tahun)
biaya
Murah
Terkadang sangat mahal
Sangat mahal
aturan pembuktian
Tidak perlu
Agak informal
Sangat formal & teknis
publikasi
Konfidensial
Konfidensial
Terbuka untuk umum
hubungan para pihak
Kooperatif
Anatgonistis
Antagonistis
fokus penyelesaian
Masa depan
Masa lalu
Masa lalu
metode negosiasi
Kompromis
Sama keras pada prinsip hukum
Sama keras pada prinsip hukum
komunikasi
Memperbaiki yang sudah lalu
Jalan buntu
Jalan buntu
result
Win-win
Win-lose
Win-lose
pemenuhan
Sukarela
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
Ditolak dan mencari dalih
suasana emosional
Bebas emosi
Emosional
Emosi bergejolak

KESIMPULAN :
Sengketa terjadi ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tersebut menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisihan atau sengketa.

Sengketa dapat diselesaikan melalui cara-cara formal misalnya melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.

 Nama  : Meli
 Kelas  :  2EB31
 NPM   :  26214568

 SUMBER :

https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/penyelesaian-sengketa/

Sabtu, 19 Maret 2016

BAB 12. ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT



Hal Yang Akan Dibahas :
1.   Pengertian anti monopoli
2.   Asas dan tujuan anti monopoli dan persaingan usaha
3.   Kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli
4.   Perjanjian yang dilarang dalam antimonopoli dan persaingan usaha
5.   Hal hal yang dikecualikan dalam UU anti monopoli
6.   Komisi pengawasan persaingan usaha
7.   Sanksi dalam anti monopoli dan persiangan usaha


            A.       PENGERTIAN ANTI MONOPOLI
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha. Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan  pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

          B.     ASAS DAN TUJUAN ANTIMONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA 
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
     Tujuan yang terkandung di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai
     berikut :
     1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
      salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
     2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang
      sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
      pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
    3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
      oleh pelaku usaha.
    4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

           C.    KEGIATAN YANG DILARANG DALAM ANTI MONOPOLI 
 Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1)      Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

2)      Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal, sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak. 

3)      Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19, bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
1.    menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
2.   menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
3.     membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
4.      melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

4)      Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).

5)      Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu. 

6)      Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain. 

7)      Kepemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.

8)      Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan. 

D.        PERJANJIAN YANG DILARANG DALAM ANTIMONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA 
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut :
  • Oligopoli
  • Penetapan harga, penetapan harga  harus sama ditentukan oleh pasar agar harganya sama. 
  • Pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 
  • Pemboikotan, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. 
  • Kartel, kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi.
  • Trust, bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.  
  • Oligopsoni, keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas. 
  • Integrasi vertikal, bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa.
  • Perjanjian tertutup, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
  • Perjanjian dengan pihak luar negeri, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

 E.     HAL YANG DIKECUALIKAN DALAM UU ANTI MONOPOLI 
   Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1.    Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertical
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
2.      Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
3.      Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi


F.    KOMISI PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA 
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1.      Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker 
2.    Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan 
3.      Efisiensi alokasi sumber daya alam 
4.     Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli 
5.   Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya 
6.   Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi 
7.    Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak 
8.      Menciptakan inovasi dalam perusahaan 

G.       SANKSI DALAM ANTIMONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA 
1.     Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.
2.      Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan dikenakan denda minimal dua puluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah,
sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
Bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
1.          pencabutan izin usaha
2.       larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun,
3.      penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

NAMA   :  MELI
KELAS  :   2EB31
NPM      :   26214568

KESIMPULAN :
Monopoli merupakan kegiatan usaha dimana hanya ada satu produsen yang menguasai kegiatan produksi sedangkan persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah persaingan antara pelaku usaha dimana dalam menjalankan kegiatan produksi ia melakukan segala cara bahkan ia bisa melakukan hal yang melanggar hukum.

Maka ditetapkanlah Undang-Undang (UU) persaingan usaha, dimana UU ini memiliki tujuan agar terciptanya persaingan usaha yang sehat dan mencegah terjadinya praktik monopoli guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

SUMBER :